ISU DISKRIMINASI GENDER : PEREMPUAN DALAM POLITIK
ISU DISKRIMINASI GENDER : PEREMPUAN DALAM POLITIK
Oleh :
Nuruma Uli Nuha
Pembangunan
suatu negara pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakatnya. Negara adalah
suatu wilayah yang dihuni oleh berbagai kelompok masyarakat sesuai dengan
struktur pemerintahan. Mengacu dari pernyataan tersebut, syarat terbentuknya
suatu negara adalah terdapatnya wilayah yang berdaulat, sumber daya yang
dimiliki dan struktur masyarakat termasuk didalamnya adalah pemerintah. Tujuan
didirikannya sebuah negara adalah menjamin keamanan dan ketertiban, berkeadilan
sosial, menciptakan kesejahteraan masyarakat serta kebebasan dalam berpendapat,
yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945. Selanjutnya dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan Cita-cita nasional adalah ingin memiliki
Negara yang merdeka, bersat, berdaulat, adil dan makmur, serta tujuan nasional
Indonesia adalah “melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial” yang
berdasarkan kepada pancasila.
Berdasarkan
pernyataan diatas, maka suatu negara membutuhkan sistem pemerintahan yang berdaulat.
Peran masyarakat dalam membantu dan ikut berpartisipasi dalam pemerintahan
sangat diperlukan guna mendukung kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk
kesejahteraan bangsa negara Indonesia. Indonesia juga menganut sistem
demokrasi, dimana setiap warga negara memiliki kebebasan untuk berpendapat. Masyarakat
dapat berkontribusi dalam sistem politik pemerintahan untuk membangun Indonesia
melalui beberapa Partai Politik. Politik Indonesia saat ini tidak hanya
berpihak kepada kaum laki-laki, namun kaum wanita dapat juga menduduki kursi
parlemen di pemerintahan RI. Menurut Undang-undang No. 2, Pasal 2 Ayat 2 Tahun
2011, tentang partai politik menjelaskan bahwa “pendirian dan pembentukan
partai politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menyertakan
30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan”.
Wanita
memiliki hak yang sama dengan pria untuk dapat menduduki kursi di parlemen
dengan kuota yang lebih kecil yaitu sebesar 30% daripada kuota kaum laki-laki.
Hal ini diperkuat dengan diterbitkannya Undang-undang No 68 tahun 1958 tentang
persetujuan Konpensi Hak-hak Politik Kaum Wanita yang menjelaskan bahwa “Republik Indonesia menjamin hak-hak yang
sama dengan kaum pria bagi kaum wanita dalam segala lapangan. Wanita Indonesia
pada waktu sekarang mendapat kesempatan untuk menduduki jabatan apapun saja
dalam segala aparat-aparat pemerintah, juga hak untuk memilih dan dipilih kaum
wanita dalam semua badan-badan yang dipilih umum” …. Dengan peraturan
tentang hak-hak kaum wanita menduduki kursi parlemen, kesempatan bagi kaum
wanita menjadi lebih banyak, meskipun disebutkan hanya tersedia kuota 30% untuk
wanita. Namun, seiring perkembangan Indonesia hingga saat ini terdapat beberapa
isu permasalahan dalam masyarakat tentang partisipasi wanita dalam berpolitik,
yaitu :
Isu
1:
“Pembatasan
kuota 30% untuk kaum wanita yang akan menduduki posisi di parlemen, didominasi
laki-laki dan akibat dari pola pikir patriarkis dalam masyarakat”. Sehingga kaum wanita kurang
berminat untuk ikut berpartisipasi dalam sistem pemerintahan politik di
Indonesia, mereka beranggapan bahwa dunia politik adalah dunia laki-laki
sehingga pendidikan politik untuk wanita cenderung rendah. Ideologi pemisah
tenaga kerja berdasarkan gender menentukan perempuan sebagai warga negara yang
bersifat privat dengan peran utamanya sebagai ibu rumah tangga, sedangkan
laki-laki lebih produktif dan bersifat publik (UNDP, 2010). Menurut hasil
penelitian Listyaningsih (2010), rendahnya keterlibatan perempuan dalam proses
pemerintahan adalah keterbatasan peran eksternal wanita di dalam keluarga yang
mementingkan peran wanita secara domestik (dalam rumah), sehingga peran
eksternal diserahkan pada laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Ketidakpahaman
masyarakat akan kesamaan hak perempuan dalam pemerintahan berdampak pada
marginalisasi peran perempuan dalam pemerintahan. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem budaya turun-temurun yang telah dianut oleh bangsa Indonesia, wanita
tidak harus menjalani peran external (diluar rumah), wanita lebih baik berada
pada wilayah domestik (didalam rumah), dengan pertimbangan laki-laki sebagai kepala
keluarga dan peran publik lebih luas.
Isu
2 :
“Kesenjangan
hak antara kaum wanita dengan kaum pria dapat menimbulkan diskriminasi gender
terlihat dalam beberapa kasus wanita yang berpolitik di Indonesia”. Kesenjangan yang terjadi antara
kaum wanita dengan kaum pria sudah ada sejak berabad tahun lalu. Penelitian
yang diakukan oleh Erikson dan Kohlberg yang menggunakan subjek laki-laki
perkembangan manusia dan diterapkan pada perempuan, maka tampak kesenjangan
antara perempuan dan laki-laki dimana perempuan lebih lambat berkembang dibandingkan
laki-laki (Hayati, 2006) . Menurut Protagoras (485-410) dalam Hayati (2006) “man is
the measure of all things”, semua tergantung laki-laki. Akibatnya banyak
konsep kemanusiaan dalam ilmu sosial yang menggantung karena pengukuran sampel
homogen (laki-laki saja).
Berdasarkan
data statistik dari Badan Pusat Statistik (2015), jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) menurut jenis kelamin tahun 2009-2014, menunjukkan
keterlibatan perempuan dalam politik masih sangat rendah dan kurang dari 30%. Hal
ini didasarkan pada jumlah anggota DPR perempuan tahun 2009 sebesar 100 orang
dengan prosentase sebesar 17,86%, sedangkan untuk anggota DPR laki-laki sebesar
460 orang dengan prosentase sebesar 82,14%. Pada tahun 20014, jumlah anggota
DPR perempuan menurun dari 100 orang pada periode lalu menjadi 97 orang dengan
prosentase sebesar 17,32%, sedangkan jumlah anggota DPR laki-laki tahun 2014
sebesar 463 dengan prosentase sebesar 82,68% (BPS, 2015). Hasil statistik
diatas membuktikan bahwa anggota parlemen diwakili oleh laki-laki, sedangkan
peran perempuan dalam parlemen masih sangat rendah dan dibawah dari kuota yang
ditetapkan dalam undang-undang sebesar 30%, artinya setiap provinsi di
Indonesia diwakili hanya oleh dua atau satu orang wanita saja, atau bisa jadi
ada provinsi yang tidak mewakilkan posisi parlemennya kepada perempuan. Apabila
partisipasi wanita di dalam politik pemerintahan rendah akan mempengaruhi
kuantitas dan kualitas kebijakan publik yang responsive terhadap gender yang
menyangkut laki-laki maupun perempuan. Menurut
data dari UNDP Indonesia (2010), dari 190 negara, hanya ada 7 negara dimana
perempuan menjadi presiden atau perdana menteri dan pada kabinet walikota
jumlahnya tidak mencapai 7%. Indonesia berada di nomer 80 dari 156 negara yang
ada di dalam Indeks Pembangunan Gender atau Gender
Development Indeks (GDI) pada tahun 2007, dan tahun 2009 merosot menjadi
urutan ke-90, artinya perempuan di Indonesia masih belum menikmati hak dan
standar yang sama dengan para laki-laki (UNDP, 2010).
MENINGKATKAN KESEMPATAN PEREMPUAN
DALAM POLITIK
Indonesia
berkomitmen untuk menjalankan prinsip kesetaraan gender melalui berbagai
komitmen nasional dan Internasional dengan cara tindakan afirmatif (affirmative action) yang diperkenalkan
pada UU No.10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum dimana 30% perempuan dapat
dicalonkan menjadi anggota legislatif untuk mewakili gender perempuan dalam politik
di negara. Menurut UNDP (2010) kerangka
kebijakan peningkatan keterlibatan perempuan dalam politik menggunakan
pendekatan antar bagian terhadap gender (inter-sectional
approach). Pendekatan yang berbasis hak dan kelembagaan pada saat yang
bersamaan yang menangani masalah ideologi peran gender dan hubungan sosial
antar gender dalam pembuatan keputusan secara publik. Upaya untuk menghadapi
tantangan yang bersifat kultural yang mengubah perilaku sosial terhadap peran
perempuan pada sektor politik membutuhkan intervensi jangka panjang.
Kesadaran
publik melalui pendidikan Kewarganegaraan dalam memilih Calon Wakil Rakyat
perlu ditingkatkan dan tradisi pola pikir patriaki harus dihapuskan dalam
kehidupan masyarakat. Hal yang perlu dilakukan adalah membuat sebuah kampanye
peningkatan kesadaran publik menggunakan media digital dalam jangka panjang
agar dapat membawa perubahan pola pikir masyarakat tentang perempuan dalam
dunia politik. Budaya Patriarki berkaitan dengan faktor pertalian keluarga,
karena tugas seorang perempuan yang telah memiliki keluarga adalah mengurus
rumah tangga, diharapkan jika wanita terlibat dalam dunia politik dan menangani
kekuasaan secara eksternal di luar rumah tidak akan melupakan peran utama
perempuan yaitu sebagai ibu yang mengurus anak-anaknya dan sebagai istri yang bertugas
mengurus rumah tangga, meskipun banyak wanita dalam dunia politik merupakan
kaum elite yang memiliki pendidikan tinggi dan kehidupan kelas menengah ke atas.
Wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki yaitu memilki hak untuk
berpendidikan tinggi dan tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan perekonomian
saat ini menuntut seorang laki-laki harus bekerja lebih keras untuk dapat
menghidupi keluarganya. Peran wanita dalam kegiatan eksternal terutama dalam
politik memiliki dampak positif terhadap kehidupan ekonomi dalam keluarga,
menyeimbangkan peran laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga diperlukan
untuk mencapai kehidupan yang harmonis.
BAHAN BACAAN
Badan
Pusat Statistik. 2015. Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) menurut Jenis Kelamin, 1955-2014. Jakarta. (https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1172),
diakses pada tanggal 02 Desember 2017, pukul 17.50 WIB.
Hayati, E
N. 2006. Ilmu Pengetahuan + Perempuan =
…… Cetakan Pertama. Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan, No.
48. Yayasan Jurnal Perempuan : Jakarta
Listyaaningsih.
2010. Partisipasi Perempuan dalam Politik
dan Pembangunan di Banten. Jurnal Administrasi Publik, Vo 1 (2) : 143-166. Jakarta
Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang
No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
Undang-undang
No.10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum
Undang-undang
No 68 tahun 1958 tentang Persetujuan Konpensi Hak-hak Politik Kaum
Wanita
United
Nations Development Programme (UNDP). 2010. Partisipasi
Perempuan dalam Politik dan Pemerintah. Makalah Kebijakan. Jakarta.
(ESSAY INI TELAH DILOMBAKAN DALAM FESTIVAL HAK ASASI MANUSIA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA PADA TANGGAL 3 DESEMBER 2017)
Casino (VIP) - Dr. Dr. Maryland
ReplyDeleteThe Borgata Hotel Casino 남원 출장샵 & Spa is your premier 여주 출장샵 spa & 구리 출장마사지 salon in AC! Enjoy all your favorite slot and table 울산광역 출장마사지 games with the spa tub at Borgata! 경상북도 출장샵